Kebijakan Biden Dituding Membuka Jalan Bagi Taktik Otoriter Trump Terhadap Demonstran Tesla

Kebijakan Kontraterorisme Era Biden Dikritik: Membuka Celah Taktik Otoriter Trump?

Sebuah laporan terbaru mengungkap kekhawatiran bahwa kebijakan kontraterorisme yang dirancang pada masa pemerintahan Biden, kini justru digunakan oleh pemerintahan Trump untuk menargetkan demonstran dan pengkritik politik. Kebijakan ini, yang awalnya bertujuan untuk memerangi kelompok milisi sayap kanan, kini dituding menjadi alat untuk membungkam perbedaan pendapat.

Kekhawatiran Awal dan Peringatan dari Kelompok HAM

Pada tahun 2021, ketika Kongres yang dikuasai Demokrat dan pemerintahan Biden berusaha membentuk program terorisme domestik baru, kelompok hak asasi manusia justru menjadi pihak pertama yang menyuarakan kekecewaan. Mereka khawatir bahwa kebijakan tersebut dapat disalahgunakan dan berdampak negatif pada komunitas yang sudah rentan.

Lebih dari 150 organisasi menandatangani surat yang menyatakan keprihatinan mendalam terkait perluasan otoritas hukum terkait terorisme. Mereka menekankan pentingnya mengatasi kekerasan kelompok nasionalis kulit putih dan milisi sayap kanan tanpa merugikan komunitas yang sudah terdampak sistem hukum pidana.

Strategi Kontraterorisme Trump: Target Baru dan Definisi yang Lebih Luas

Jurnalis independen, Ken Klippenstein, dalam artikelnya mengungkap bahwa pemerintahan Trump tampaknya menggunakan infrastruktur hukum dan operasional yang dibangun selama era Biden untuk menargetkan pengunjuk rasa sayap kiri. Sumber-sumber pemerintah mengindikasikan bahwa strategi kontraterorisme yang baru difokuskan pada warga Amerika yang mengungkapkan ketidakpuasan terhadap presiden atau sekutu-sekutunya yang kaya.

Salah satu contohnya adalah perubahan fokus penegakan hukum federal dari musuh tradisional ke arah individu yang melakukan vandalisme di dealer Tesla. Jaksa Agung Pam Bondi menyatakan bahwa beberapa orang yang ditangkap karena diduga melakukan pembakaran mobil akan didakwa dengan tuduhan terorisme domestik.

Selain itu, para pengkritik Israel juga menjadi target pemerintah. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kebebasan berekspresi dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Akar Masalah: Strategi Nasional Kontraterorisme Era Biden

Pemerintahan Biden mengembangkan Strategi Nasional pertama untuk melawan terorisme domestik. Strategi ini melibatkan berbagai program baru yang bertujuan untuk melawan apa yang dianggap sebagai ekstremisme di dalam negeri, termasuk pembentukan gugus tugas dan penghubung dengan penegak hukum negara bagian dan lokal.

Namun, laporan dari Government Accountability Office (GAO) mengungkapkan bahwa skala penuh program tersebut tidak diketahui publik. Laporan tersebut menyoroti keberadaan rencana implementasi rahasia yang mencakup pedoman tambahan untuk kegiatan yang diklasifikasikan. Ini berarti ada program rahasia yang memata-matai warga Amerika dan memperlakukan mereka seperti teroris, yang tidak tersedia untuk pengawasan publik.

Revisi Strategi: Fokus pada Lawan Politik Trump

Pemerintahan Trump sedang merevisi strategi tersebut untuk lebih sesuai dengan pandangan presiden. Klippenstein menulis bahwa revisi tersebut akan mengubah fokus tindakan kontraterorisme selama empat tahun ke depan, dengan lebih menekankan pada lawan politik Trump dan menganggap kejahatan kecil dalam protes sehari-hari sebagai terorisme.

Kepala strategi kontraterorisme Amerika, Sebastian Gorka, digambarkan sebagai individu yang menyukai operasi rahasia dan operator khusus, semakin meningkatkan kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Indikator Mobilisasi: Kriteria yang Mengkhawatirkan

Manual kontraterorisme federal yang diterbitkan pada tahun 2021 mencantumkan berbagai “indikator mobilisasi”, yaitu karakteristik yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan ekstremis. Individu yang menunjukkan indikator ini dapat menjadi subjek penyelidikan terorisme, bahkan jika mereka tidak pernah melakukan kejahatan. Indikator-indikator ini mencakup hal-hal seperti mengungkapkan simpati kepada organisasi tertentu, membeli peralatan taktis militer, atau menarik diri dari keluarga, yang memicu kekhawatiran tentang pelanggaran kebebasan sipil.

Kesimpulan: Kekhawatiran yang Menjadi Kenyataan

Banyak pihak telah memperingatkan tentang potensi penyalahgunaan program kontraterorisme yang kuat. Kebijakan yang awalnya dirancang untuk tujuan tertentu kini berpotensi disalahgunakan untuk menargetkan pengunjuk rasa politik yang damai dan membungkam perbedaan pendapat. Hal ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya pengawasan dan perlindungan kebebasan sipil.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *