Jejak Api Ungkap Keahlian Nenek Moyang di Zaman Es dalam Mengendalikan Api

Jejak Api Ungkap Keahlian Nenek Moyang di Zaman Es dalam Mengendalikan Api

Para ilmuwan sepakat bahwa api memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia selama Zaman Es terakhir. Namun, bukti perapian dari periode terdingin antara 26.500 dan 19.000 tahun lalu di Eropa sangatlah minim. Sebuah tim peneliti berhasil mengungkap bagaimana api digunakan selama periode terberat Zaman Es dengan meneliti tiga perapian purba di Ukraina.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Geoarchaeology mengungkapkan bahwa api bukan hanya sekadar untuk menghangatkan tubuh. Lebih dari itu, api juga penting untuk memasak, membuat alat, dan sebagai tempat berkumpul.

Misteri 7.500 Tahun Hilangnya Bukti Perapian

Catatan arkeologis menunjukkan bahwa pemburu-pengumpul di Eropa membangun api sepanjang periode Paleolitik Atas (45.000 hingga 10.000 tahun lalu). Namun, ada kesenjangan sekitar 7.500 tahun yang bertepatan dengan tahun-tahun terdingin Zaman Es.

“Kita tahu bahwa api tersebar luas sebelum dan sesudah periode ini, tetapi hanya ada sedikit bukti dari puncak Zaman Es,” kata William Murphree, salah satu penulis utama studi ini.

Perapian Purba di Ukraina Mengisi Kekosongan Informasi

Penelitian terbaru di Ukraina membantu mengisi kekosongan tersebut. Para peneliti menyelidiki tiga perapian kuno yang berasal dari jantung Last Glacial Maximum. Perapian tersebut ditemukan di situs arkeologi Korman’ 9, berasal dari 23.000 hingga 21.000 tahun yang lalu, dan menawarkan pandangan langka tentang bagaimana manusia Zaman Es menggunakan api saat sangat dibutuhkan.

Analisis Mendalam Ungkap Teknik Penggunaan Api yang Canggih

Para ilmuwan menggunakan metode geoarkeologi seperti analisis mikrostratigrafi, mikromorfologi, dan analisis kolorimetri. Analisis ini mengungkapkan bahwa api mencapai suhu lebih dari 600 derajat Celcius, menunjukkan bahwa pemburu-pengumpul Eropa memiliki pengetahuan mendalam tentang pembuatan api. Suhu yang lebih tinggi mengindikasikan pembakaran yang lebih efisien.

Meskipun ketiga api terbuka dan datar, para peneliti menduga bahwa mereka sengaja dibangun dan digunakan secara berbeda tergantung pada musim. Misalnya, satu perapian lebih besar dan tebal, kemungkinan yang mencapai suhu tertinggi.

“Orang-orang mengendalikan api dengan sempurna dan tahu bagaimana menggunakannya dengan cara yang berbeda, tergantung pada tujuan api. Tetapi hasil kami juga menunjukkan bahwa para pemburu-pengumpul ini menggunakan tempat yang sama pada waktu yang berbeda dalam setahun selama migrasi tahunan mereka,” jelas Nigst.

Penggunaan Tulang dan Lemak Hewan sebagai Bahan Bakar?

Penelitian menunjukkan bahwa api sebagian besar dibakar dengan kayu spruce. Namun, beberapa tulang hewan yang ditemukan di lokasi tersebut terbakar dengan suhu lebih dari 650 derajat Celcius. Jika terkonfirmasi, penggunaan tulang dan lemak hewan sebagai bahan bakar akan menunjukkan tingkat keahlian piroteknik yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya. Penelitian lebih lanjut sedang dilakukan untuk mengkonfirmasi hal ini.

Meskipun penelitian ini memberikan wawasan berharga, tiga perapian purba tidak cukup untuk sepenuhnya mengisi kesenjangan dalam catatan arkeologis. Misteri piroteknologi selama puncak Zaman Es masih belum terpecahkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *