Memantau Daun Pohon dari Luar Angkasa: Terobosan Baru Prediksi Erupsi Gunung Api
Memprediksi erupsi gunung api adalah tantangan besar, namun bukan hal yang mustahil. Para ahli vulkanologi biasanya mengandalkan pemantauan deformasi tanah, perubahan emisi gas, dan tremor untuk membuat prediksi. Kini, NASA dan Smithsonian Institution bekerja sama untuk memantau indikator lain, yaitu daun pohon, dari luar angkasa.
Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa daun pohon dapat berubah warna ketika gunung api di dekatnya menjadi lebih aktif. Kolaborasi ini bertujuan untuk mengamati mekanisme ini menggunakan citra satelit. Sistem peringatan dini adalah satu-satunya cara untuk menjaga keselamatan publik mengingat erupsi gunung api tidak dapat dihindari.
Meningkatkan Sistem Peringatan Dini Erupsi Gunung Api
“Sistem peringatan dini gunung api sudah ada,” kata Florian Schwandner, seorang ahli vulkanologi dan kepala Divisi Ilmu Bumi di Pusat Penelitian Ames NASA. “Tujuannya adalah untuk membuatnya lebih baik dan lebih awal.”
Saat magma naik ke permukaan bumi sebelum erupsi, ia melepaskan gas seperti karbon dioksida dan sulfur dioksida. Pada tahun 2017, jaringan pemantauan di sebuah gunung api di Filipina memungkinkan para peneliti pemerintah untuk memperkirakan erupsi gunung api besar berkat peningkatan kemampuan membaca emisi karbon dioksida dan sulfur dioksida. Evakuasi massal berhasil menyelamatkan banyak nyawa.
Mengapa Memantau Karbon Dioksida dari Luar Angkasa?
Emisi karbon dioksida adalah salah satu tanda paling awal bahwa gunung api mulai aktif, tetapi sulit untuk dideteksi langsung dari luar angkasa. Jika tidak, ahli vulkanologi harus pergi ke gunung api secara langsung untuk mengukurnya, tugas yang bisa sulit, mahal, dan bahkan berbahaya.
Menurut Robert Bogue, seorang ahli vulkanologi dari McGill University, meskipun gunung api mengeluarkan karbon dioksida dalam jumlah sedang yang dapat menandakan erupsi, hal itu tidak akan terlihat dalam citra satelit secara langsung. Namun, karbon dioksida terlihat pada dedaunan pohon, membuatnya lebih hijau dan subur. Oleh karena itu, kolaborasi NASA dan Smithsonian menyatukan ahli vulkanologi, ahli botani, dan ilmuwan iklim untuk menyelidiki bagaimana para peneliti dapat menggunakan pohon untuk memantau aktivitas gunung api.
“Idenya adalah untuk menemukan sesuatu yang bisa kita ukur sebagai pengganti karbon dioksida secara langsung,” jelas Bogue, “untuk memberi kita proksi untuk mendeteksi perubahan emisi gunung api.”
Tantangan dan Batasan
Nicole Guinn, seorang ahli vulkanologi dari University of Houston, telah memantau pohon di dekat Gunung Etna di Italia menggunakan citra satelit. Namun, pendekatan ini memiliki batasan. Misalnya, beberapa gunung api tidak cukup dekat dengan pohon agar gambar satelit bermanfaat, dan pohon yang berbeda dapat mengalami respons yang berbeda terhadap karbon dioksida. Selain itu, kebakaran, peristiwa cuaca, dan penyakit tanaman dapat membuat data satelit sulit ditafsirkan.
Tetapi kenyataannya adalah tidak ada satu pun fitur yang dapat memprediksi aktivitas gunung api dengan sempurna. “Tidak ada satu pun sinyal dari gunung api yang merupakan peluru perak,” kata Schwandner. “Dan melacak efek karbon dioksida vulkanik pada pohon tidak akan menjadi peluru perak. Tetapi itu akan menjadi sesuatu yang bisa mengubah permainan.”
Leave a Reply