Uber Route Share: Mengulang Sejarah ‘Bus’ dengan Sentuhan Teknologi?
Perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley tampaknya terobsesi dengan ide ‘inovasi disruptif’ yang seringkali menyerupai bus. Setelah Uber Smart Routes dan Lyft Shuttle, kini giliran Uber dengan Route Share, layanan antar-jemput dengan rute dan jadwal tetap.
Route Share, yang telah diluncurkan di tujuh kota, menjanjikan transportasi yang lebih terjangkau dan terprediksi. Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah ini benar-benar solusi inovatif atau hanya ‘bus’ yang kurang efektif, terutama mengingat dampaknya pada sistem transportasi publik dan lingkungan.
Apakah Route Share Lebih Baik dari Bus Konvensional?
Sachin Kansal, Chief Product Officer Uber, mengakui bahwa konsep Route Share bukanlah hal baru. CEO Uber, Dara Khosrowshahi, bahkan menyebutnya terinspirasi dari bus. Tujuannya, menurutnya, adalah untuk mengurangi harga bagi konsumen, mengurangi kemacetan, dan membantu lingkungan.
Namun, Kevin Shen dari Union of Concerned Scientists meragukan manfaat Uber Route Share bagi komuter dan iklim. Ia berpendapat bahwa ini lebih seperti ‘mereka menciptakan kembali bus yang lebih buruk’.
Dampak Lingkungan yang Dipertanyakan
Laporan dari Union of Concerned Scientists menunjukkan bahwa layanan ride-sharing justru menghasilkan emisi karbon dioksida 69% lebih banyak daripada perjalanan yang digantikannya. Ini disebabkan oleh tingginya persentase ‘deadheading‘ (jarak tempuh tanpa penumpang) oleh pengemudi Uber dan Lyft.
Meskipun layanan pooled seperti UberX Share lebih baik, dampaknya terhadap lingkungan masih belum jauh lebih baik daripada memiliki dan mengendarai kendaraan pribadi, kecuali jika mobilnya bertenaga listrik.
Ancaman bagi Transportasi Publik dan Akuntabilitas
Selain masalah lingkungan, muncul kekhawatiran tentang dampaknya terhadap sistem transportasi publik yang sudah berjuang di berbagai kota. Shen menekankan bahwa transportasi publik adalah layanan publik yang bertanggung jawab kepada masyarakat, sementara Uber beroperasi tanpa akuntabilitas publik yang sama.
Di tengah pemotongan dukungan pemerintah untuk transportasi publik, perusahaan seperti Uber melihat peluang bisnis. Namun, penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah perjalanan ride-hailing menggantikan opsi transportasi yang lebih berkelanjutan seperti berjalan kaki, transportasi publik, dan bersepeda.
Lebih Mahal dan Kurang Efisien dari Transportasi Publik
Di kota-kota dengan kemacetan kronis seperti New York, Uber Route Share justru dapat memperburuk situasi. Contohnya, perjalanan Route Share dari Midtown ke Lower Manhattan memakan waktu 30 menit dengan biaya $13, padahal rute yang sama dapat ditempuh dengan kereta bawah tanah dalam waktu yang lebih singkat dan biaya $2.90.
Kesimpulannya, Uber Route Share mungkin lebih murah daripada layanan Uber standar, tetapi jauh dari kata efisien dan ekonomis dibandingkan transportasi publik. Alih-alih meningkatkan efisiensi transportasi, Route Share justru dapat memperburuk kemacetan di rute-rute yang sama.
Leave a Reply