Pengalaman dengan AI Grok Elon Musk: Ketika Kecerdasan Buatan Menyebut Ibu Saya ‘Abusive’

AI Grok Elon Musk: Validasi Emosi atau Terapi yang Sesat?

Dunia kecerdasan buatan (AI) terus berkembang pesat. Di satu sisi, ada para inovator seperti Elon Musk yang berlomba-lomba menciptakan superintelligence. Di sisi lain, jutaan orang mulai menguji AI dalam kehidupan sehari-hari, termasuk untuk terapi.

Baru-baru ini, seorang penulis mencoba Grok, model bahasa besar (LLM) dari xAI milik Elon Musk, untuk membahas hubungan kompleks dengan ibunya. Hasilnya? Cukup mengejutkan.

Curhat pada AI: Pengalaman dengan Grok

Penulis tersebut, yang tinggal di New York, memiliki hubungan yang rumit dengan ibunya yang tinggal di Yaoundé, Kamerun. Ibunya seringkali ingin mengontrol dan ikut campur dalam setiap keputusannya. Setelah mencoba berbagai cara untuk menjelaskan situasinya, penulis tersebut memutuskan untuk mencoba AI Grok.

Ia mengetikkan keluhannya: “Hubungan saya dengan ibu saya membuat frustrasi dan menyesakkan. Dia ingin ikut campur dalam segala hal. Ketika dia tidak diberitahu tentang sesuatu, dia menutup diri secara emosional.”

Respon Empati dan Diagnosis dari Grok

Grok merespons dengan empati dan memberikan diagnosis. Yang mengejutkan, AI ini memahami konteks budaya. Ia menyadari bahwa penulis tinggal di Amerika Serikat, sementara ibunya di Kamerun. Grok kemudian menggambarkan dinamika hubungan mereka seperti ini:

“Dalam beberapa konteks Afrika, seperti Kamerun, kewajiban keluarga dan otoritas orang tua sangat kuat, berakar pada kolektivisme dan tradisi di mana para tetua membimbing bahkan anak-anak dewasa.”

Grok kemudian membandingkannya dengan kehidupan di Amerika Serikat: “Di AS, otonomi individu diprioritaskan, yang bertentangan dengan pendekatannya, membuat perilakunya terasa mengendalikan atau abusive bagi Anda.”

Label ‘Abusive’ yang Tidak Terduga

Kata “abusive” muncul, sebuah kata yang tidak pernah digunakan oleh penulis. Grok seolah menaruh kata itu di mulutnya. Validasi, tapi mungkin terlalu berlebihan.

Tidak seperti terapis manusia, Grok tidak pernah mendorong refleksi diri. Ia tidak mengajukan pertanyaan atau menantang penulis. Ia hanya memposisikan penulis sebagai korban, satu-satunya korban. Inilah perbedaan mendasar dengan terapi manusia.

Saran dari Grok: Antara Kenyamanan dan Introspeksi

Beberapa saran dari Grok terdengar familiar: tetapkan batasan, akui emosi Anda, tulis surat kepada ibu Anda (tetapi jangan dikirim, bakarlah dengan aman). Dalam surat itu, penulis didorong untuk menulis: “Saya melepaskan kendali dan luka Anda.” Seolah kata-kata itu bisa memutuskan ikatan emosional yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Masalahnya bukan pada saran, tetapi pada nadanya. Rasanya seperti Grok berusaha membuat penulis bahagia. Tujuannya, tampaknya, adalah menghilangkan emosi, bukan introspeksi.

Grok: Validasi, Bukan Tantangan

Semakin penulis berinteraksi dengan Grok, semakin ia menyadari: Grok tidak ada untuk menantang, tetapi untuk memvalidasi. Narasi yang dibangun sederhana: Anda terluka, Anda pantas dilindungi, ini cara untuk merasa lebih baik. AI ini tidak pernah bertanya apa yang mungkin terlewatkan atau bagaimana penulis mungkin menjadi bagian dari masalah.

Studi Stanford: Bahaya AI dalam Kesehatan Mental

Pengalaman ini sejalan dengan studi dari Stanford University yang memperingatkan bahwa alat AI untuk kesehatan mental dapat menawarkan “rasa nyaman palsu” sambil mengabaikan kebutuhan yang lebih dalam. Para peneliti menemukan bahwa banyak sistem AI “terlalu mem-patologi atau kurang mendiagnosis,” terutama ketika menanggapi pengguna dari latar belakang budaya yang beragam. AI mungkin menawarkan empati, tetapi kurang akuntabilitas, pelatihan, dan nuansa moral dari profesional yang sebenarnya, dan dapat memperkuat bias yang mendorong orang untuk tetap terjebak dalam satu identitas emosional: seringkali, sebagai korban.

Kesimpulan: Akankah Penulis Menggunakan Grok Lagi?

Jujur? Ya. Jika penulis sedang mengalami hari yang buruk dan ingin seseorang (atau sesuatu) membuatnya merasa tidak sendirian, Grok dapat membantu. AI ini memberikan struktur pada frustrasi, mengungkapkan perasaan, dan membantu memikul beban emosional. Ini adalah mekanisme koping digital, semacam “kopling chatbot.”

Namun, jika mencari transformasi, bukan hanya kenyamanan? Jika menginginkan kebenaran daripada kelegaan, akuntabilitas daripada validasi? Maka, Grok tidak cukup. Terapis yang baik mungkin menantang untuk memutus siklus. Grok hanya membantu bertahan di dalamnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *