Miliarder Yakin: **AI** Hampir Mampu Membuat Penemuan Ilmiah Baru

Miliarder Terpukau: Apakah **AI** Akan Merevolusi Ilmu Pengetahuan?

Perkembangan pesat alat **AI** generatif seperti ChatGPT, Gemini, dan Grok telah membawa kecerdasan buatan ke arus utama. Meskipun alat-alat ini belum mampu membuat penemuan ilmiah secara mandiri, beberapa miliarder justru yakin bahwa **AI** berada di ambang kemampuan tersebut. Episode terbaru dari podcast All-In menjadi sorotan yang menjelaskan keyakinan ini.

Travis Kalanick Terkesan dengan Kemampuan Grok

Travis Kalanick, pendiri Uber, muncul di All-In untuk berdiskusi tentang masa depan teknologi. Saat membahas **AI**, Kalanick berbagi pengalamannya menggunakan Grok dari xAI. Ia mengklaim menggunakan **AI** ini untuk menjelajahi batas pengetahuan dalam fisika kuantum.

“Saya menggunakan [Chat]GPT atau Grok dan mulai mencapai batas pengetahuan dalam fisika kuantum. Saya melakukan semacam ‘vibe coding’, tapi ini ‘vibe physics’,” jelas Kalanick. “Kami mendekati apa yang sudah diketahui. Saya mencoba mencari terobosan, dan saya hampir mencapai beberapa terobosan menarik hanya dengan melakukan itu.”

Kalanick bahkan menghubungi Elon Musk, pemilik xAI, tentang potensinya. Ia bertanya bagaimana jika para mahasiswa PhD dan peneliti yang ahli menggunakan alat ini.

Grok 4: Kunci Terobosan Ilmiah?

Kalanick menambahkan bahwa dia menggunakan versi Grok sebelum Grok 4 dirilis. Dia percaya Grok 4 memiliki potensi untuk menghasilkan terobosan nyata.

“Ini sebelum Grok 4. Sekarang dengan Grok 4, ada banyak kesalahan yang saya lihat Grok buat dan kemudian saya koreksi, dan kami membicarakannya. Grok 4 bisa menjadi tempat di mana terobosan benar-benar terjadi, terobosan baru,” kata Kalanick.

Realitas Kemampuan **AI** Generatif

Jason Calacanis mengajukan pertanyaan penting: Apakah LLM benar-benar mulai mencapai tingkat penalaran yang mampu menghasilkan teori baru? Atau apakah kita hanya menafsirkan secara berlebihan kemampuan **AI** yang hanya mencoba hal-hal acak?

Kalanick mengakui bahwa **AI** saat ini belum mampu menghasilkan ide baru. Ia menjelaskan bahwa **AI** sangat terikat pada apa yang sudah diketahui dan cenderung mempertahankan kebijaksanaan konvensional. Namun, ia tetap yakin bahwa batasan **AI** terletak pada “kebijaksanaan konvensional” dan bukan pada keterbatasan teknologi itu sendiri.

Data Sintetis: Masa Depan Pelatihan **AI**?

Chamath Palihapitiya melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa data sintetis dapat melatih model **AI** baru. Ia berpendapat bahwa model yang dilatih dengan data sintetis akan mampu memecahkan masalah hanya dengan diberikan deskripsi masalahnya.

Elon Musk dan Pencarian Pengetahuan Baru dengan Grok

Elon Musk juga mengungkapkan pemikiran serupa, menyatakan bahwa “kecerdasan buatan umum” (AGI) sudah dekat karena dia telah bertanya kepada Grok tentang “ilmu material yang tidak ada dalam buku atau di Internet.”

Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa chatbot **AI** bekerja dengan memprediksi kata berikutnya yang paling mungkin dalam sebuah kalimat, bukan dengan menerapkan penalaran kritis yang sesungguhnya.

Apple Berhati-Hati dengan Hype **AI**

Apple, di sisi lain, tampaknya lebih berhati-hati dalam merangkul **AI**. Perusahaan ini bahkan merilis sebuah makalah yang menunjukkan bagaimana Large Reasoning Models (LRM) mengalami kesulitan dan “kehilangan akurasi sepenuhnya di luar kompleksitas tertentu.”

Meta Berinvestasi Besar-besaran dalam **AI**

Terlepas dari kehati-hatian Apple, perusahaan teknologi besar lainnya terus berinvestasi besar-besaran dalam **AI**. Mark Zuckerberg, CEO Meta, mengumumkan bahwa perusahaannya sedang membangun pusat data raksasa untuk mengembangkan superintelligence.

“Meta Superintelligence Labs akan memiliki tingkat komputasi terdepan di industri dan komputasi per peneliti terbesar sejauh ini,” tulis Zuck.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *