Fenomena Aneh: Salju di Pegunungan Alpen Selandia Baru Berubah Merah, Ini Penjelasannya!

Mengapa Salju di Pegunungan Alpen Selandia Baru Berubah Merah?

Pemandangan aneh sekaligus mengkhawatirkan terjadi di Pegunungan Alpen Selandia Baru selama musim panas 2019-2020. Salju yang biasanya putih bersih, berubah menjadi merah menyala. Fenomena ini sempat memicu berbagai spekulasi, namun penelitian terbaru akhirnya memberikan jawaban yang jelas.

Badai Debu Australia Jadi Penyebab Utama

Berdasarkan studi yang dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters, penyebab utama perubahan warna salju tersebut adalah badai debu masif yang berasal dari Australia Tenggara. Badai ini mengirimkan awan debu merah melintasi lautan, dan diperkirakan menumpuk sekitar 4.500 ton debu di atas salju.

Debu merah ini tiba jauh sebelum kebakaran hutan dahsyat di Australia yang terjadi pada malam tahun baru. Holly Winton, peneliti utama dari Te Herenga Waka—Victoria University of Wellington, menjelaskan bahwa laporan media saat itu umumnya mengaitkan warna merah tersebut dengan abu dari kebakaran hutan. Namun, analisis menunjukkan bahwa debu merah sudah ada sejak akhir November 2019.

Analisis Mendalam Mengungkap Fakta

Winton dan timnya menganalisis kontaminasi merah tersebut menggunakan berbagai metode, termasuk:

  • Kamera selang waktu untuk memantau perubahan visual.
  • Pelacakan pergerakan massa udara untuk menentukan asal debu.
  • Analisis geokimia terhadap kandungan dalam salju.
  • Operasi penginderaan jauh untuk memetakan penyebaran debu.

Hasilnya secara konsisten menunjukkan bahwa debu merah berasal dari Australia Tenggara dan mencapai Pegunungan Alpen Selandia Baru pada akhir November 2019.

Dampak Buruk Debu Merah pada Salju

Lapisan debu merah memiliki dampak signifikan pada salju di pegunungan. Debu mengurangi kemampuan salju untuk memantulkan sinar matahari. Alih-alih memantulkan, debu menyerap cahaya, meningkatkan suhu permukaan, dan mempercepat proses pencairan salju dan es.

Peringatan Akan Dampak Perubahan Iklim

Phil Novis, seorang fikolog dari Manaaki Whenua Landcare Research, menekankan bahwa perubahan iklim berpotensi meningkatkan frekuensi kejadian serupa. Desertifikasi dan kondisi kering yang meningkat di banyak wilayah dapat memicu badai debu dan kebakaran hutan yang lebih sering.

Peristiwa tahun 2019/2020 bukanlah yang pertama kali terjadi. Setidaknya ada sembilan kejadian serupa yang tercatat di Aotearoa Selandia Baru sejak tahun 1902, namun kejadian ini menjadi salah satu yang paling dramatis.

Penelitian ini menyoroti bagaimana perubahan iklim dapat berdampak besar pada lingkungan, bahkan dalam cara yang tidak terduga. Diharapkan, temuan ini menjadi pengingat bagi para pemimpin dunia untuk mempertimbangkan dampak lingkungan yang lebih luas dari perubahan iklim dan mengambil tindakan pencegahan yang lebih serius.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *