Kontroversi: Otoritas Imigrasi AS Simpan DNA Anak-Anak dalam Database Kriminal
Sebuah laporan mengejutkan mengungkap bahwa otoritas imigrasi Amerika Serikat (AS) menyimpan sampel DNA anak-anak, termasuk anak-anak semuda empat tahun, ke dalam database kriminal nasional. Tindakan ini menuai kecaman luas dari aktivis hak asasi manusia dan ahli hukum, yang menyebutnya sebagai pelanggaran privasi dan langkah menuju pengawasan genetik.
Peningkatan Pengumpulan DNA oleh CBP
Menurut dokumen yang diperoleh oleh Wired, sejak tahun 2020, US Customs and Border Protection (CBP) telah meningkatkan kontribusinya ke Combined DNA Index System (CODIS), sebuah database yang dikelola oleh Federal Bureau of Investigations (FBI). CODIS berisi profil DNA dari pelaku kejahatan yang dihukum, tempat kejadian perkara yang belum terpecahkan, dan kasus orang hilang.
CBP dilaporkan telah mengumpulkan sampel DNA dari antara 829.000 hingga 2,8 juta orang antara Oktober 2020 dan akhir 2024. Dari jumlah tersebut, sebanyak 133.539 sampel DNA berasal dari anak-anak dan remaja yang ditahan. Angka ini melonjak setelah perubahan regulasi pada tahun 2020 yang menghapus pengecualian Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) terkait pengumpulan DNA.
Kritik terhadap Kebijakan Pengumpulan DNA
Keputusan Departemen Kehakiman (DOJ) ini dikritik karena berpotensi menjadi kasus pertama di mana pemerintah secara luas dan permanen menyimpan materi genetik berdasarkan status selain penangkapan atau hukuman pidana. Stephanie Glaberson, direktur penelitian dan advokasi di Georgetown University’s Center on Privacy and Technology, menyebut pengumpulan DNA dari anak berusia 4 tahun sebagai “absurditas dari program DNA pemerintah”.
Implikasi Kebijakan Ini
- Potensi Diskriminasi: Penyimpanan DNA dalam database kriminal dapat menyebabkan diskriminasi terhadap individu dan keluarga migran.
- Pelanggaran Privasi: Pengumpulan DNA dianggap sebagai pelanggaran privasi yang serius, terutama ketika menyangkut anak-anak.
- Pengawasan Genetik: Kritik menyebut tindakan ini sebagai langkah menuju pengawasan genetik yang lebih luas, di mana pemerintah dapat melacak dan memantau individu berdasarkan informasi genetik mereka.
Respon dari CBP
Hilton Beckham, asisten komisioner urusan publik di CBP, membela kebijakan tersebut dengan menyatakan bahwa CBP menggunakan setiap sumber daya yang tersedia untuk mengidentifikasi siapa yang memasuki negara itu. Ia menekankan bahwa CBP tidak akan membiarkan penyelundup manusia, pelaku perdagangan seks anak, dan penjahat lainnya memasuki komunitas Amerika.
Meskipun demikian, kontroversi ini terus berlanjut, dengan banyak pihak menyerukan penghentian segera praktik pengumpulan DNA dari anak-anak migran. Mereka berpendapat bahwa tindakan ini tidak hanya tidak etis tetapi juga melanggar hak asasi manusia.
Leave a Reply