Teori Baru Ungkap Alasan Awal Manusia Purba Menggunakan Api
Penemuan api merupakan salah satu kemajuan terpenting dalam sejarah perkembangan manusia. Namun, alasan di balik penemuan vital ini masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers menawarkan teori menarik: pengawetan daging, bukan memasak, menjadi pendorong utama manusia purba mulai membuat dan mengendalikan api.
Pengawetan Daging Lebih Dulu daripada Memasak?
Para peneliti dari Universitas Tel Aviv berpendapat bahwa manusia purba menggunakan api untuk melindungi makanan mereka dari hewan lain, dan yang terpenting, untuk memperpanjang umur simpan daging melalui pengasapan dan pengeringan. Mereka mengklaim sebagai yang pertama mengajukan hipotesis ini, yang sejalan dengan teori yang lebih luas yang telah mereka kembangkan: konsumsi hewan besar oleh manusia purba mendorong perkembangan penting di masa prasejarah.
“Asal mula penggunaan api adalah topik yang ‘membara’ di kalangan peneliti prasejarah di seluruh dunia. Secara umum disepakati bahwa pada 400.000 tahun lalu, penggunaan api sudah umum dalam konteks domestik—kemungkinan besar untuk memanggang daging, dan mungkin juga untuk penerangan dan pemanas,” jelas Ran Barkai, salah satu penulis studi, dalam sebuah pernyataan. “Namun, ada kontroversi mengenai satu juta tahun sebelumnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan untuk menjelaskan mengapa manusia purba mulai menggunakan api. Dalam studi ini, kami berusaha untuk mengeksplorasi perspektif baru tentang masalah ini.”
Bukti dari Situs Prasejarah
Sebelum sekitar 400.000 tahun yang lalu, manusia purba seperti Homo erectus hanya menggunakan api sesekali, “di tempat-tempat tertentu dan untuk tujuan khusus,” jelas Miki Ben-Dor, rekan penulis. Menyalakan dan memelihara api adalah proses berat yang membutuhkan “motif yang menarik dan hemat energi.”
Untuk menyelidiki motif ini, Barkai dan Ben-Dor mempelajari penelitian sebelumnya tentang semua situs prasejarah yang diketahui dengan bukti penggunaan api dari antara 1,8 juta dan 800.000 tahun yang lalu, yang berjumlah sembilan lokasi. Analisis mereka mengungkapkan bahwa semua sembilan situs menampilkan kelimpahan sisa-sisa hewan besar, termasuk gajah, kuda nil, dan badak.
“Dari penelitian sebelumnya, kita tahu bahwa hewan-hewan ini sangat penting bagi diet manusia purba dan menyediakan sebagian besar kalori yang dibutuhkan. Daging dan lemak seekor gajah, misalnya, mengandung jutaan kalori, cukup untuk memberi makan sekelompok 20–30 orang selama sebulan atau lebih,” kata Ben-Dor. Seekor gajah atau kuda nil yang berhasil diburu adalah “semacam ‘bank’ daging dan lemak yang perlu dilindungi dan diawetkan selama berhari-hari karena didambakan tidak hanya oleh predator tetapi juga oleh bakteri.”
Implikasi Teori Baru
Analisis para peneliti terhadap sembilan situs prasejarah, dikombinasikan dengan perhitungan mereka tentang potensi “keuntungan energetik” dari melestarikan buruan besar dan pengamatan terhadap masyarakat pemburu-pengumpul modern, berujung pada gagasan bahwa manusia termotivasi untuk membuat api untuk melindungi “bank” daging mereka dari hewan lain dan untuk mengasapi dan mengeringkannya untuk pengawetan jangka panjang. Setelah manusia mengadopsi api untuk melayani tujuan ini, mereka mungkin juga menggunakannya untuk memasak “dengan biaya energetik marginal nol,” tambah Barkai. Dengan kata lain, api pada awalnya digunakan untuk mengasapi dan mengeringkan daging, dan baru kemudian digunakan kembali untuk memasak.
Para peneliti mengatakan pendekatan mereka mendukung teori yang lebih besar yang telah mereka kembangkan—yang melihat perubahan prasejarah besar sebagai reaksi terhadap perubahan dalam pola makan. Awalnya, itu berarti berburu hewan besar, tetapi ketika spesies itu berkurang, orang mulai lebih bergantung pada buruan yang lebih kecil untuk makanan.
Meskipun kita sudah tahu bahwa manusia purba, termasuk Ötzi si Manusia Es dan penduduk asli Amerika kuno di barat daya Florida, telah mengawetkan dan mengasapi daging ribuan tahun yang lalu, teori baru para peneliti mendahului pendekatan ini dengan ratusan ribu tahun, dan mengkontekstualisasikannya dalam salah satu perkembangan manusia prasejarah terpenting yang diketahui sains.
Leave a Reply