Perang Regulasi **Big Tech**: AS dan Uni Eropa Berseteru Soal Kendali
Perseteruan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa terkait regulasi perusahaan teknologi raksasa atau Big Tech semakin memanas. Presiden Trump baru-baru ini memberlakukan tarif 30% untuk barang-barang yang masuk dari Uni Eropa, sebuah langkah yang memperdalam konflik yang sudah lama membara mengenai siapa yang berhak membuat aturan untuk perusahaan-perusahaan Big Tech global.
Langkah ini diambil setelah Brussels bergerak maju dengan regulasi yang lebih ketat, kali ini menargetkan bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang sedang berkembang pesat.
Titik Panas Terbaru: Kode Praktik AI Uni Eropa
Pemicu terbaru adalah “Kode Praktik” baru Uni Eropa untuk AI, serangkaian pedoman sukarela yang dirilis untuk mengatasi masalah keamanan publik. Meskipun tidak mengikat secara hukum, kode ini dibangun di atas Undang-Undang AI Uni Eropa yang penting, dan perusahaan yang tidak menandatanganinya pada tenggat waktu 2 Agustus berisiko menghadapi pengawasan regulasi yang intens. OpenAI telah mengumumkan niatnya untuk menandatangani kode tersebut, sementara kelompok lobi teknologi CCIA, yang anggotanya termasuk Google dan Meta, mengkritik pedoman tersebut.
Pandangan AS dan Respons Uni Eropa
Pemerintahan Trump secara terbuka memusuhi upaya Uni Eropa untuk mengatur perusahaan teknologi Amerika. Trump menggambarkan denda besar yang dijatuhkan blok tersebut sebagai “pemerasan di luar negeri,” sementara Menteri Keuangan Scott Bessent mengklaim bahwa mereka berfungsi sebagai tarif tersembunyi. Pandangan ini diperkuat oleh Silicon Valley. CEO Meta, Mark Zuckerberg, menyatakan bahwa perusahaannya akan bekerja sama dengan Presiden Trump untuk melawan pemerintah di seluruh dunia yang mengejar perusahaan Amerika, khususnya menyinggung regulator Eropa.
Denda Besar Uni Eropa Terhadap Raksasa Teknologi
Di bawah Undang-Undang Pasar Digital (DMA) tahun 2022, sebuah undang-undang antitrust Eropa yang penting, Apple, Google, Amazon, dan Meta semuanya dianggap sebagai “penjaga gerbang.” Penunjukan ini membawa serta gelombang denda dan perubahan paksa pada operasi mereka di Uni Eropa. Baru-baru ini, Meta didenda lebih dari $200 juta setelah Komisi Eropa menemukan bahwa model “bayar atau setuju” mereka melanggar DMA. Meta memutuskan untuk melawan temuan tersebut dan tidak akan mengusulkan perubahan, yang berarti lebih banyak denda kemungkinan akan menyusul.
Ancaman Senjata Anti-Paksaan Uni Eropa
Meskipun ada tekanan dari AS, Uni Eropa tampaknya berniat untuk mempertahankan independensi regulasinya. Namun, Uni Eropa telah menunjukkan beberapa kesediaan untuk berkompromi. Blok tersebut baru-baru ini menghapus usulan pajak pada perusahaan digital dari anggaran yang akan datang, sebuah langkah yang dilihat sebagai kemenangan bagi pemerintahan Trump. Namun, Uni Eropa memiliki “senjata” pamungkas, yaitu instrumen anti-paksaan. Jika AS terbukti melakukan pemaksaan ekonomi, raksasa teknologi Amerika yang menyediakan layanan digital, seperti Apple, Google, dan Meta, bisa sangat rentan.
Masa Depan Regulasi Teknologi Global
Pada akhirnya, kedua belah pihak berjuang untuk melindungi kepentingan mereka sendiri: pemerintahan Trump ingin mempertahankan dominasi Amerika dalam industri teknologi global, sementara Uni Eropa ingin mengatur platform digital sesuai dengan caranya sendiri. Negosiasi yang terus berlanjut akan menentukan nasib perusahaan teknologi yang terjebak di tengah-tengahnya, tetapi juga akan menetapkan aturan untuk kedaulatan teknologi global selama bertahun-tahun yang akan datang. Pesan yang jelas bagi perusahaan Big Tech yang terjebak dalam baku tembak ini adalah bahwa ini adalah perang atas kedaulatan digital, dan aturan era internet berikutnya mungkin ditulis di Brussels seperti halnya di Washington.
Leave a Reply